Hot Topics » Pakistan Swat valley Sri Lanka conflict Abortion Barack Obama India Lausanne Movement

Pusat Antaragama Pemerintah Saudi di Wina Satukan Agama-agama Dunia?

Nicola Menzie
Koresponden Kristiani Pos

Posted: Oct. 17, 2011 07:18:05 WIB
pusat-antaragama-pemerintah-saudi-di-wina-satukan-agama-agama-dunia

Menlu Arab Saudi Pangeran Saud Menteri al-Faisal (kiri), Menlu Austria Michael Spindelegger (tengah) dan Menlu Spanyol Trinidad Jimenez di Wina, 13 Oktober 2011.(Reuters / Heinz-Peter Bader)

Raja Abdullah dari Arab Saudi berusaha meningkatkan perdamaian di antara agama-agama besar dunia, dan percaya sebuah organisasi internasional baru di Wina akan membuat mimpi itu menjadi kenyataan. Saat lembaga itu resmi didirikan Kamis lalu, beberapa orang Kristiani melihat interpretasi dari nubuatan Alkitab tentang munculnya agama satu-dunia yang banyak percaya mendahului kedatangan kembali Yesus Kristus.

Menurut laporan media, Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Saud al-Faisal, Menteri Luar Negeri Austria dan Wakil Kanselir Michael Spindelegger dan Menteri Luar Neger Spanyol Trinidad Jimenez Garcia-Herrera menghadiri penandatanganan kontrak antara tiga negara itu, Kamis, di mana mereka akan bekerja sama dalam pembangunan dan organisasi sebuah pusat keagamaan antaragama di Wina. Pejabat tingkat tinggi lainnya dari tiga negara juga dilaporkan hadir pada saat penandatanganan perjanjian.

Bangunan "Pusat Internasional untuk Dialog Antaragama dan Antarbudaya Raja Abdullah Bin Abdulaziz" itu dinamai sama dengan pengagasnya dan sebagian besar dibiayai oleh pemerintah Saudi. Menurut laporan media, lembaga pemerintahannya akan terdiri dari 12 perwakilan, diantaranya dari Islam (masing-masing Sunni dan Syiah), Kristiani (masing-masing Katolik, Anglikan dan Ortodoks), Buddha, Hindu dan seorang wakil Yahudi.

Selain itu juga akan ada tubuh konsultasi dengan 100 perwakilan dari berbagai agama, serta "akademisi dan anggota masyarakat sipil," lapor kantor berita Deutsche Welle.

"Tesis ini berlaku bahwa perdamaian dunia tidak bisa terjadi tanpa adanya perdamaian antara agama-agama besar di dunia," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal saat upacara penandatanganan di Wina, menurut Deutsche Welle.

Kantor berita itu juga melaporkan bahwa Spindelegger mengatakan struktur organisasi telah dirancang untuk memastikan tidak ada iman tunggal yang paling menentukan dan bahwa politik tidak berpengaruh di pemerintahan pusatnya. Garcia-Herrera juga mengatakan keanggotaan akan tersedia untuk negara-negara lain.

Pusat keagamaan itu akan berlokasi di Schottenring di Wina, menurut surat kabar Austria Independent. Surat kabar Belanda Die Presse melaporkan proyek tersebut akan menelan biaya jutaan dolar.

"(Kami) membayar untuk operasi ini adalah untuk menciptakan dana yang membuat lembaga ini independen dari segala macam campur tangan politik," kata Menlu Saudi dalam konferensi pers.

Laporan Deutsche Welle mengungkapkan bahwa Raja Abdullah mendapat ide setelah bertemu dengan Paus Benediktus XVI di Vatikan pada tahun 2007. Setelah pertemuan itu Raja Abdullah menyerukan orang-orang Kristiani dan Muslim untuk menemukan landasan bersama bagi perdamaian dunia.

Ia kemudian mengadakan tiga pertemuan lintas agama antara 2008 dan 2009, dimana ia mengadakan diskusi dengan para pemimpin agama di Mekkah, Madrid dan Hofburg di Wina, dimana rencana akhir untuk pendirian lembaga itu diputuskan.

Ratifikasi perjanjian pusat antaragama membuat marah politisi, media dan umat Muslim moderat lokal, yang bertanya-tanya apakah pemerintah Saudi tidak memiliki beberapa motif tersembunyi, lapor Austria Independent.

Beberapa kritikus juga menyatakan ironis inisiatif itu datang dari Arab Saudi, karena negara itu diperintah oleh hukum Syariah. Laporan Kebebasan Internasional 2010 Departemen Luar Negeri AS menemukan bahwa di Arab Saudi "kebebasan beragama tidak diakui atau dilindungi oleh hukum dan sangat terbatas dalam prakteknya." Laporan Kebebasan Beragama 2010 juga mencatat bahwa tidak ada rumah ibadah bagi masyarakat non-Muslim, dan bahwa orang Kristiani berkumpul secara rahasia untuk beribadah. Mereka yang meninggalkan Islam beresiko dieksekusi karena murtad.

Ketika ditanya oleh wartawan selama konferensi pers hari Kamis tentang kurangnya kebebasan beragama di negaranya, Perdana Menteri Saud al-Faisal dilaporkan menyindir bahwa pusat agama dapat mempengaruhi Arab Saudi untuk menjadi lebih toleran terhadap agama lain dalam batasannya sendiri.

Menyangkut kemampuan lembaga itu mengatur antaragama untuk beroperasi secara mandiri, Saud al-Faisal memberi peringatan terhadap "ekstrimis minoritas dalam setiap komunitas beragama dan budaya ... yang ingin ... menyebarkan gagasan intoleransi, rasisme eksklusif, dan kebencian," lapor Associated Press (AP).

Dia menambahkan, "Minoritas-minoritas kecil ini," katanya, "sedang mencoba untuk membajak dan mengganggu identitas yang sah dan aspirasi orang-orang dari semua budaya dan agama."

Menurut AP, "dokumen pendirian pusat agama itu mengutip prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia," khususnya, 'hak untuk kebebasan berpikir, hati nurani dan agama.' Dokumen itu menekankan 'hak-hak manusia dan kebebasan fundamental untuk semua tanpa membedakan ras, bahasa, jenis kelamin, atau agama.' "

Surat kabar Daily Sun melaporkan Kardinal Jean-Louis Tauran, kepala Departemen Dialog Antaragama Vatikan, meski kritis terhadap kurangnya kebebasan beragama Arab Saudi, mendukung rencana Raja Abdullah. Dia dilaporkan mengatakan kalau Takhta Suci tertarik sebagai pengamat.

Dalam salah satu pertemuannya di tahun 2008, Raja Abdullah mengatakan tujuan dari pusat antar agama itu "menemukan cara-cara untuk menjaga kemanusiaan."

Seperti yang telah dikemukakan beberapa pengamat, ini bukan upaya pertama untuk entah bagaimana menyatukan atau menemukan kesamaan antara agama-agama di dunia. Seperti kasus-kasus sebelumnya, pendirian pusat antaragama Raja Abdullah itu kemungkinan akan dirasakan oleh beberapa orang Kristiani sebagai salah satu "tanda zaman" dalam nubuatan Alkitab mengenai agama satu-dunia sebelum kembalinya Kristus ke Bumi.

Tim LaHaye dan Jerry B. Jenkins, penulis seri buku Kristiani populer mengenai akhir zaman, Left Behind, mengklaim bahwa pemerintahan dunia, mata uang global tunggal dan satu agama dunia adalah "tiga tanda-tanda akhir jaman," menunjuk ke Wahyu 13, 17 dan 18.

Saat PBB mensponsori sebuah KTT agama-agama dunia pada tahun 2003, Christian Broadcasting Network (CBN) melaporkannya sebagai langkah menuju nubuatan Alkitab.

CBN News menampilkan komentar dari Robert Maginnis, mantan direktur Dewan Riset Keluarga di Amerika Serikat. Maginnis menggambarkan pertemuan PBB tahun 2003 itu punya agenda tersembunyi untuk menyatukan warga dunia di bawah satu "payung agama."

"Anda coba mengambil komunitas Muslim, komunitas Kristiani, Hindu, Konghucu dan semua ratusan kelompok agama, mencoba untuk mengidentifikasi satu pemimpin kunci, dan pada dasarnya coba mengkooptasi mereka untuk bekerja sama dengan anda," katanya pada saat itu.

Sekarang "Pusat Internasional untuk Dialog Antaragama dan Antarbudaya Raja Abdullah Bin Abdulaziz" resmi didirikan, dunia akan memperhatikan wakil-wakil iman mana yang akan menempati 12 anggota pemerintahan. Umat Kristiani, tidak diragukan lagi, juga akan memperhatikan siapa yang bersedia untuk berpartisipasi dari komunitas umat percaya.

Next Story : Mesir Keluarkan Keputusan Melarang Diskriminasi

More news in dunia

Pembangunan Gereja di Cirebon Diprotes Warga

Ratusan warga di Kelurahan/Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon, menolak pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Pekiringan dan kegiatan kebaktian yang dilaksanakan jemaat di gereja tersebut, Minggu.

Terpopuler

Headlines Hari ini