Hot Topics » Pakistan Swat valley Sri Lanka conflict Abortion Barack Obama India Lausanne Movement

Pemerintah - DPR Menyepakati UU Ormas Direvisi

Steven Pramono
Reporter Kristiani Pos

Posted: Sep. 01, 2010 05:42:10 WIB

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat UU No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (ormas) direvisi. Kesepakatan ini meyusul marakinya tindak kekerasan yang dilakukan ormas tertentu.

"Segera melakukan revisi terhadap undang-undang nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana pandangan-pandangan filosofi, yuridis dan sosiolosi yang berkembang dalam rapat gabungan DPR RI," kata Ketua Komisi VIII, Abdul Kadir Karding, membacakan kesimpulan rapat antara pemerintah dan DPR, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (30/8), menurut Detik.

Rapat digelar oleh Komisi II (Pemerintahan Dalam Negeri), Komisi III (Hukum), dan Komisi VIII (Pendidikan dan Agama) serta dihadiri Kepala Polri, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala Badan Intelijen Negara, serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

Pemerintah dan DPR juga menyatakan menolak dengan tegas seluruh bentuk kekerasan atas nama apapun. "Rapat gabungan Komisi II, Komisi III dan Komisi VIII DPR RI dengan pemerintah menolak seluruh bentuk tindakan kekerasan atas nama apapun (suku, agama kelompok etnis, kelompok kepentingan, dll) karena bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-Undangan," kata Karding.

Kesimpulan ketiga, DPR mendorong pemerintah dan penegak hukum agar tegas terhadap perilaku yang menganggu ketertiban umum. "Mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum agar tegas dalam penegakan hukum terhadap perilaku-perilaku kekerasan dan anarkis oleh siapapun yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum," tambah anggota DPR Fraksi PKB itu.

Terakhir, DPR juga meminta pemerintah untuk bertindak cepat dan tegas terhadap ormas uang yang mengancam keutuhan bangsa. "Mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum agar bertindak cepat dan tegas terhadap ormas yang perilakunya mengancam keutuhan NKRI," tutupnya.

Layak Dibekukan

Dalam rapat tersebut, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri menyatakan, ormas yang berulang kali melakukan tindakan anarkis dinilai layak dibekukan. Menurut catatan polisi, ormas seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Betawi Rempug (FBR) dan Barisan Muda Betawi telah puluhan kali melakukan kekerasan.

Sepanjang 2007 hingga 2010 terjadi 107 tindak kekerasan oleh anggota FPI dan FBR. Artinya, organisasi kemasyarakatan itu beraksi satu kali tiap 10 hari.

Ia menjelaskan, pada 2007 terjadi 10 kekerasan oleh massa FPI dan FBR, sedangkan pada 2008 terjadi 8 kasus (FPI dan FBR), pada 2009 ada 40 kasus (FPI, FBR, Barisan Muda Betawi), serta pada 2010 terjadi 49 kasus (FPI dan FBR). "Tindak kekerasan itu direncanakan secara diam-diam sehingga seolah spontanitas. Mereka merencanakan dan tak terdeteksi kepolisian," ungkapnya.

Pembekuan ormas-ormas tersebut terganjal UU Ormas No. 8/1985. Oleh karena itu UU itu diminta direvisi. "Seharusnya ormas yang telah berulang kali melakukan tindakan anarkis ditindak tegas dengan cara dibekukan," ujar Kapolri.

"Dari 107 kasus yang disidik tuntas, 36 kasus sampai P-21 (berkas dilimpahkan ke penuntutan)," katanya.

Sanksi berupa pembekuan kepengurusan belum bisa dilakukan karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan belum mengatur soal sanksi.

Kapolri membantah jika pihaknya dikatakan ragu-ragu dalam menindak ormas anarkis. Apabila ada jajaran kepolisian yang ragu menindak, akan dievaluasi. "Seperti yang pernah terjadi pada Kapolres Bengkalis yang akhirnya kami copot terkait insiden pembakaran tempat pelacuran," katanya.

9.000 Ormas

Dilain tempat Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, beraneka masalah terkait ormas tidak terlepas dari terlalu banyaknya ormas yang ada di Indonesia. Dari data di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah ormas resmi mencapai 9.000. "Jumlah ormas berkembang pesat saat ini. Sekitar tahun 2005, ormas berjumlah 3.000, tahun 2010 ormas sebanyak 9.000," ujar Mendagri.

Gamawan mengatakan, jumlah itu belum termasuk ormas yang terdaftar di kementerian lain. Selain itu, juga tidak mencakup ormas yang tidak terdaftar sama sekali.

Ribuan ormas ini diklasifikasi berdasarkan bidang yang digeluti. Setidaknya, ada 12 klasifikasi yang telah dikelompokkan oleh Kemendagri. Antara lain, keagamaan, penegakan demokrasi, kemiskinan dan kehidupan sosial, gender, hukum, dan pendekatan kesukuan.

"Dari 12 klasifikasi itu yang paling banyak adalah yang membahas soal kemiskinan, pluralisme dan kehidupan sosial," katanya.

Ia meminta polisi tak ragu menangkap anggota organisasi kemasyarakatan yang melakukan kekerasan. "Tak perlu tunggu putusan Mahkamah Agung," katanya. Mekanisme pembekuan atau pembubaran ormas pun sudah ada.

Ia menjelaskan, awalnya pemerintah memberi teguran tiga kali sesuai dengan tingkatannya. Di pusat, teguran diberikan oleh menteri, di provinsi oleh gubernur, dan di kabupaten oleh bupati. Jika tiga kali teguran berturut-turut diabaikan, pemerintah akan meminta MA membekukan ormas itu.

"Kalau pembekuan dilanggar, kami bubarkan melalui MA," ujarnya. Itu sebabnya, pemerintah memperkuat aparat, menambah pasukan, dan memperbanyak peralatan untuk mengantisipasi kekerasan oleh ormas.

Tindak Pelaku Anarkis

Sementara itu Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat ditolerir. Apalagi, nilai-nilai agama bertentangan dengan tindak kekerasan.

Suryadharma menjelaskan, pemerintah akan melakukan tindakan tegas tidak hanya pada ormas yang mengaku memperjuangkan Islam tetapi juga pada pihak yang menyulut konflik mengatasnamakan kebebasan beragama dan liberalisme. Namun demikian, tambah dia, sebagai langkah pencegahan, pemerintah berupaya melakukan pembinaan terhadap kelompok dan aliran keagamaan yaitu pembinaan organisasi, pembinaan aliran, dan penelitian serta pengkajian.

Pembinaan aliran misalnya, ditempuh dengan upaya preventif melalui program peningkatan pendalaman, pemahaman, dan pengamalan ajaran agama sesuai ajaran agama masing-masing. Menag mengemukakan, sebagai langkah menjaga keharmonian dan menghindari konflik agama, pemerintah membuat kesepakatan antarmajelis agama di Indonesia: Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-geraja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi), dan Majelis Tinggi Khonghucu Indonesia (Matakin).

Kesepakatan tersebut, imbuh dia, salah satunya tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8 Tahun 2006. Peraturan itu antara lain mengatur tentang pendirian rumah ibadat.

Suryadhama menegaskan, konflik kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini antarumat beragama bukan persoalan agama. Melainkan, salah satu pihak tidak mengindahkan peraturan bersama yang telah disepakati itu. Sebab, peraturan tersebut dimaksudkan untuk menghindari konflik akibat pendirian rumah ibadah. "Tidak ada jaminan pendirian rumah ibadah dibebaskan akan terbebas konflik," tegas dia.

Sementera itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Djoko Suyanto, mengatakan pemerintah menindak tegas ormas manapun yang terlibat dalam aksi kekerasan. Tanpa melihat latarbelakang idelologi, paham, dan agama. Pertimbangan pemerintah adalah perilaku dan tindakan ormas tersebut yang melanggar hukum. Sebaliknya, ormas yang membantu pemerintah meningkatkan kesejahteraan akan didukung.

Next Story : Vonis Terdakwa Penista Agama Ditunda

More news in society

Korban Gunung Sinabung Minta Perhatian Pusat

Para korban letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, berharap dikunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka meminta Kepala Negara memperlakukan mereka seperti korban bencana lainnya. ...

Terpopuler

Headlines Hari ini