Hot Topics » Pakistan Swat valley Sri Lanka conflict Abortion Barack Obama India Lausanne Movement

Bioetika Dalam Pandangan Agama

Maria F.
Reporter Kristiani Pos

Posted: Jul. 01, 2009 11:12:12 WIB

Pro dan kontra dalam menyikapi kasus-kasus bioetika yang ramai dibicarakan dan makin menguat akhir-akhir ini hingga mendesak sampai pada pembicaraan dalam ruang agama guna mencari penegasan tentang bagaimana agama memandang kasus-kasus bioetika tersebut.

Selasa (30/6), Majelis Budha Indonesia bekerjasama dengan ICRP dan Kompas menggelar seminar bertema “Agama dan Bioetika” di Bentara Budaya, Jakarta.

Pembicara dalam seminar “Agama dan Bioetika” tersebut menghadirkan: Prof. Dr. Kees Bertens, Ven. Prof. Dr. Karma Lekshe Tsomo, Prof. Dr. Musdah Mulia (Ketua ICRP).

Menurut asal katanya, istilah “bioetika” dibentuk dari dua kata Yunani bios (kehidupan) dan ethos (etka), dimana bioetika dimengerti sebagai suatu studi sistematis dan interdisipliner tentang aspek-aspek etis yang tampak dalam perkembangan ilmu-ilmu hayati dan pelayanan kesehatan atau dengan kata lain bioetika dapat diartikan juga sebagai sebuah kajian masalah etika dan keputusan terkait dengan penggunaan organisme hidup.

Belakangan ini banyak bermunculan kasus-kasus yang terkait dengan masalah bioetika. Dan terdapat 4 masalah yang ramai dibicarakan orang seputar bioetika antara lain: masalah aborsi, masalah penelitian tentang sel induk embrionik (embrionic stem cells), masalah euthanasia, dan perkawinan homoseksual.

Banyak pihak yang memiliki pandangan yang berbeda mengenai boleh atau tidaknya melakukan hal-hal tersebut di atas, yang pada akhirnya kembali dipertanyakan dalam ruang agama untuk memperoleh kepastian tentang boleh atau tidaknya.

Dalam pemaparanya, Prof. Dr. Kees Bertens mengemukakan empat model pemikiran moral yang seringkali digunakan dalam menanggapi empat topik bioetika tersebut. Empat model pemikiran moral ini menurutnya saling berpasangan, dan antara keduanya tidak

saling ketergantungan satu dengan lainnya.

Keempat model pemikiran moral yang membentuk dua paangan tersebut adalah “utilitarianisme” dan “deontologi”, yang mana utilitarianisme menekankan tentang pentingnya manfaat dalam penilaian moral; atau dengan kata lain suatu perbuatan atau kebijakan dapat dianggap etis bila menghasilkan manfaat paling besar (the greatest happiness of the greatest number). Sebaliknya, deontologi mengatakan bahwa konsekuensi (termasuk manfaat) tidak boleh menentukan etis atau tidaknya suatu perbuatan, tetapi yang menentukan adalah kewajiban (atau secara negatif: larangan). Misalnya, kita wajib menghormati kehidupan, kita wajib menghormati martabat manusia dan sebagainya.

Seperti kasus mengenai euthanasia, mereka yang menyetujui legalisasi euthanasia mengikuti pemikiran utilitarian dengan menegaskan bahwa kebijakan tersebut akan membawa manfaat atau kebahagiaan dengan menghilangkan penderitaan pasien terminal.

Sedangkan kelompok yang menolak euthanasia mengikuti pola pemikiran deontologi dengan mendasarkan pada penghormatan terhadap kehidupan manusia, yang mana seorang dokter harus sebisa mungkin dapat mempertahankan keadaan nyaman pasien dan membantu menghilangkan nyeri, tetapi dokter tidak boleh membunuh sekalipun pembunuhan tersebut adalah mercy killing (membunuh karena kasihan).

Belanda merupakan salah satu negara yang melegalkan praktek euthanasi, dimana untuk pertama kali euthanasia dilegalisasi pada tahun 2001.

Dua model pemikiran moral lainnya yakni teori “hukum kodrat (natural law)” dan “teori hak”. Menurut teori hukum kodrat menekankan agar manusia menghormati kodrat yang ada dan tidak menganggap bahwa bila melawan kodrat, manusia dianggap tidak berlaku etis. Sedangkan teori mengatakan bahwa manusia dapat selalu mengikuti haknya, dan perbuatan yang menghalangi orang lain menjalankann haknya adalah suatu perbuatan yang tidak etis, karena sama saja dengan diskriminasi.Diskusi tentang perkawinan homoseks merupakan contoh paling jelas tentang pola pemikiran moral ini, “ujar Prof. Kess Bertens yang adalah pengajar sekaligus rohaniawan Katolik.

Lebih lanjut dikatakannya, bahwa mereka yang mendukung legalisasi perkawinan homoseks menekankan bahwa perkawinan adalah hak setiap orang, tanpa memandang orientasi seksualnya, dan menganggap bahwa tidak mengijinkan perkawinan homoseks sama saja dengan diskriminasi. Dan jika perkawinan sejenis diijinkan,mestinya mereka juga berhak untuk memiliki anak atau dengan cara mengadopsi anak biologis orang lain atau dengan mempunyai anak biologis sendiri sebagaimana saat ini perkembangan teknologi memungkinkan adanya reproduksi artifisial (dengan menggunakan donor sel telur atau sperma).

Sedangka mereka yang menolak legalisasi perkawinan homoseks menegaskan bahwa menurut kodratnya perkawinan bertujuan untuk mempersatukan pria dan wanita yang nantinya akan meneruskan kehidupan. Perkawinan sejenis jelas bertolak belakang dengan kodrat yang ada dan dianggap tidak etis.

Ditegaskan pula bahwa dalam pandangan agama apapun, secara substansial tidak memiliki perbedaan banyak atau pertentangan dalam memandang konteks bioetika ini. Pada dasarnya semua agama memiliki pandangan yang sama seperti dalam kasus penelitian sistem sel induk yang mengorbankan embrio manusia yang mana hal tersebut tidak boleh dilakukan karena secara jelas Tuhan mengatakan untuk jangan membunuh.

Tampak jelas bahwa pandangan agama dan pandangan sekuler saling bertentangan, yang mana pandangan sekuler lebih berpegang pada pola pemikiran utilitarianisme dan teori hak, sedangkan pandangan agama lebih berpegang pada deontologi dan hukum kodrat.

Saat ini kecenderungan yang ada adalah bahwa pandangan sekuler semakin kuat dan pandangan agama semakin lemah, khususnya di dunia Barat,” tukasnya.

Dilain pihak, Prof. Dr. Musdah Mulia (Ketua ICRP) mengatakan tentang perlunya reinterpretasi ajaran-ajaran agama supaya agama-agama tidak ditinggalkan karena tidak lagi dapat mempengaruhi kehidupan manusia.

Ditegaskan pula bahwa kitab suci bukannya tidak dapat memberikan solusi terhadap permasalahan manusia yang makin kompleks, tetapi manusia perlu untuk mengeinterpretasikan lebih dalam lagi makna yang tertulis di dalamnya dalam mencari jawabannya.

Next Story : Pengungsi Gempa di Jawa Barat Membutuhkan Tenda, Selimut, dan Makanan

Terpopuler

Headlines Hari ini